• PROPOSAL SKRIPSI

    dikarenakan gabut seperti judul halaman, ditambah 'stay at home' gegara covid-19, apadaya seperti ini ajalah nambah nambah tulisan wkwk...

    kali ini aku hanya ingin pamer mengenai tugas akhir :v 
    langsung ajalah lanjuy....
    • BAB 1
    • BAB 2
    • BAB 3
    ---------------------------------------------------------------------------


    BAB I
    PENDAHULUAN

    1.1  Latar Belakang Masalah
    Pada sektor pemerintahan kecurangan yang seringkali terjadi adalah korupsi, maraknya korupsi yang terjadi di Indonesia membuat berita korupsi menjadi topik hangat dikalangan masyarakat. Asosiasi Akuntan Forensik di Amerika Serikat (Association of Certified Fraud Examiners, disingkat ACFE) dalam Tuanakotta (2013) meringkas fraud kedalam tiga kelompok, yakni korupsi, penjarahan (asset misappropriation), dan manipulasi laporan keuangan.
    Menurut Cressey (1953) dalam Najahningrum (2013) motivasi seseorang melakukan kecurangan atau fraud relatif bermacam-macam, dan salah satu teori yang menjelaskan tentang motivasi seseorang melakukan fraud adalah Fraud Triangel Theory. Berdasarkan teori ini ada tiga faktor yang menyebabkan seseeorang melakukan kecurangan yaitu: (a) Tekanan (pressure), (b)Kesempatan (Opportunity), dan (c) Rasionalisasi (Rationalization).
    Dalam penelitian Mustika dkk (2016) yang melakukan penelitian mengenai “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecenderungan Kecurangan (Fraud): Persepsi Pegawai Dinas Kabupaten Way Kanan Lampung” faktor-faktor yang mempengaruhi kecederungan kecurangan (fraud) adalah asimetri informasi, penegakan peraturan, keefektifan pengendalian internal, perilaku tidak etis, dan kesesuaian kompensasi dengan hasil dari penelitian tersebut yang tertera dalam uji hipotesisnya variabel yang diuji yaitu asimetri informasi berpengaruh positif terhadap kecenderungan kecurangan (fraud), penegakan peraturan berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan (fraud), keefektifan pengendalian internal berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan (fraud), perilaku tidak etis berpengaruh positif terhadap kecenderungan kecurangan (fraud), dan kesesuaian kompensasi berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan (fraud).
    Pada penelitian Suryana dan Sadeli (2015) melakukan penelitian mengenai “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Fraud” menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan kecurangan (fraud) yaitu Lingkungan kerja, Personal Atitude, Sistem Administrasi, hasil dari penelitian tersebut terdapat pengaruh yang signifikan antara lingkungan kerja, personal attitude secara parsial sedangkan pada sistem administrasi kurang berpengaruh signifikan secara parsial dan terdapat pengaruh yang signifikan antara lingkungan kerja, personal attitude dan sisitem admnistrasi terhadap fraud secara simultan.
    Dalam penelitian Pramudita (2013) melakukan penelitian mengenai “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Fraud Di Sektor Pemerintahan, (Presepsi Pegawai Pada Dinas Se-Kota Salatiga)” menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kecurangan (fraud) yaitu Gaya Kepemimpinan, Keefektifan Pengendalian Sistem Pengendalian Internal, Komitmen Organisasi, Kesesuaian Kompensasi, Budaya Etis Organisasi dan Penegakan Hukum dengan hasil dari penelitian tersebut bahwa Gaya Kepemimpinan, Keefektifan Pengendalian Sistem Pengendalian Internal, Kesesuaian Kompensasi, Budaya Etis Organisasi berpengaruh dan dapat mencegah terjadinya kecurangan (fraud), sedangkan Komitmen Organisasi dan Penegakan Hukum tidak berpengaruh atau tidak dapat menekan tingkat terjadinya fraud di sektor pemerintahan.
    Menurut Lestari (2015) Asimetri informasi merupakan kondisi dimana pihak dalam atau pengelola perusahaan mengetahui informasi yang lebih baik dibandingan dengan pihak luar atau pihak pemakai informasi selain pengelola. Hal ini dapat memberikan peluang bagi pihak pengelolaan dana untuk melakukan kecurangan dikarenakan pihak pengelola memiliki informasi lebih baik maupun lebih banyak dibandingkan dengan pihak luar.Untuk menanggulangi kecenderungan kecurangan (Fraud) dalam suatu instansi dibuatlah peraturan yang wajib dipatuhi oleh seluruh pegawai.
    Menurut Rahardjo (2009) dalam Mustika dkk (2016) Penegakan peraturan merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide tentang keadilan, kepastian peraturan, dan kemanfataan sosial menjadi kenyataan. Proses perwujudan ide-ide itulah yang merupakan hakikat dari penegakan peraturan. Penegakan peraturan juga salah satu cara yang perlu dilakukan dalam menghindari maupun mencegah kecurangan, dengan adanya penegakan peraturan hal ini dapat memungkinkan mengurangi terjadinya kecenderungan kecurangan yang dapat merugikan pihak lain maupun instansi lain, dalam suatu instansi maupun perusahaan perlu diberikan pemahaman bahwa peraturan yang telah dibuat perlu dipatuhi oleh seluruh pihak instansi/perusahaan dan biasanya, pegawai yang melakukan pelanggaran akan diberi teguran atau dikenai sanksi bahkan yang lebih buruk adalah pemecatan.
    Pengendalian internal ini berkaitan dengan perilaku anggota organisasi atau pegawai, berdasarkan PP No. 60 Tahun 2008 Tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) dalam Zamzami dkk (2014) mendefinisikan Sistem Pengendalian Internal Pemerintah, yaitu “Sistem Pengendalian Internal adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus-menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan”. Mengacu pada unsur Sistem Pengendalian Intern yang telah dipraktikan dilingkungan pemerintah diberbagai negara bahwa pimpinan instansi pemerintah wajib menciptakan dan memelihara lingkungan pengendalian yang menimbulkan perilaku positif dan kondusif untuk penerapan sistem pengendalian Intern dalam lingkungan kerjanya.
    Lingkungan kerja ini berkaitan dengan lingkup yang ada dalam operasional kerja seluruh pegawai. Menurut Suryana dan Sadeli (2015) lingkungan kerja merupakan segala sesuatu yang ada disekitarnya yang dapat menghubungkan dirinya serta pekerjaannya disaat melakukan segala aktivitasnya didalam perusahaan. Hal ini juga dapat menjelaskan bahwa dengan lingkungan kerja yang kondusif dapat menghindari terjadinya kemungkinan perilaku tidak etis dalam lingkungan kerja yang akan menyebabkan terjadinya kecurangan, karena perilaku seseorang berhubungan dengan kepribadian orang itu sendiri atau dapat dipengaruhi oleh lingkungan yang ada disekitarnya.
    Menurut Griffin dan Ebert (2006) dalam Mustika dkk (2016) Perilaku tidak etis adalah perilaku yang tidak sesuai dengan norma-norma sosial yang diterima secara umum, sehubungan dengan tindakan yang bermanfaat atau yang membahayakan. Terjadinya perilaku tidak etis ini juga dapat disebabkan oleh ketidaksesuaian kompensasi, ketika seseorang menganggap bahwa pemberian gaji atau kompensasi lainnya dilakukan scara tidak adil, akan timbul ketidakpuasan bagi pegawai tersebut sehingga akan menyebabkan pegawai tersebut melakukan apa saja karena dirinya merasa tertekan termasuk dengan melakukan kecurangan.
    Menurut Hariandja (2005) dalam Mustika dkk (2016) Kesesuaian kompensasi adalah keseluruhan balas jasa yang diterima oleh pegawai sebagai akibat dari pelaksanaan di organisasi dalam bentuk uang atau lainnya, yang dapat berupa gaji, upah, bonus, insentif, dan tunjangan lainnya yang di bayar oleh perusahaan. Kompensasi yang diterima karyawan harus sesuai dengan kontribusi yang diberikan karyawan kepada organisasi. Pemberian kompensasi yang sesuai kepada karyawan dapat memberikan kepuasan dan motivasi kepada karyawan dalam bekerja, sehingga mendorong mereka untuk memberikan yang terbaik bagi perusahaan tempat mereka bekerja Gibson, et al. (1997) dalam Mustika dkk (2016).
    Menurut Reynaldhie dan Mahmudi (2016) Gaya kepemimpinan merupakan pola tingkah laku yang dirancang untuk mengintegrasi tujuan organisasi dengan tujuan individu untuk mencapai tujuan tertentu. Gaya kepemimpinan yang diharapkan oleh bawahan akan menimbulkan kenyamanan dalam bekerja yang dapat memungkinkan menghindari kecenderungan kecurangan (fraud). Berdasarkan penjelasan diatas dengan ini peneliti tertarik untuk melakukan penelitian kembali dan mengambil judul penelitian mengenai “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecenderungan Kecurangan (Fraud): Persepsi Pegawai Dinas Pemerintahan Kota Batang
    1.2  Identifikasi, Pembatas dan Rumusan Masalah
    1.2.1        Identifikasi Masalah
    Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, banyak factor yang dapat mempengaruhi fraud. Berikut beberapa factor yang mungkin dapat mempengaruhi kecenderungan fraud :
    a.       Asimetri informasi
    b.      Penegakan peraturan
    c.       Keefektifan pengendalian internal
    d.      Lingkungan kerja
    e.       Perilaku tidak etis
    f.       Kesesuaian kmpensasi
    g.      Gaya kepemimpinan
    1.2.2        Pembatasan Masalah
    Agar lingkup masalah tidak terlalu luas, maka perlu adanya pembatasan masalah dalam penelitian ini. Peneliti akan membatasi objek permasalahan yang hanya berfokus pada faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan fraud pada kota Batang yaitu asimetri informasi, penegakan peraturan, pengendalian internal, lingkungan kerja, perilaku tidak etis, kesesuaian kompensasi, dan gaya kepemimpinan.
    1.2.3        Perumusan Masalah
    1.      Bagaimana pengaruh Asimetri Informasi terhadap kecenderungan kecurangan (fraud)?
    2.      Bagaimana pengaruh Penegakan Peraturan terhadap kecenderungan kecurangan (fraud)?
    3.      Bagaimana pengaruh Keefektifan Pengendalian Internal terhadap kecenderungan kecurangan (fraud)?
    4.      Bagaimana pengaruh Lingkungan Kerja terhadap kecenderungan kecurangan (fraud)?
    5.      Bagaimana pengaruh Perilaku Tidak Etis terhadap kecenderungan kecurangan (fraud)?
    6.      Bagaimana pengaruh Kesesuaian Kompensasi terhadap kecenderungan kecurangan (fraud)?
    7.      Bagaimana pegaruh Gaya Kepemimpinan terhadap kecenderungan kecurangan (fraud)?
    1.3  Tujuan Penelitian
    1.      Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Asimetri Informasi terhadap kecenderungan kecurangan (fraud)
    2.      Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Penegakan Peraturan terhadap kecenderungan kecurangan (fraud)
    3.      Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Keefektifan Pengendalian Internal terhadap kecenderungan kecurangan (fraud)
    4.      Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Lingkungan Kerja terhadap kecenderungan kecurangan (fraud)
    5.      Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Perilaku Tidak Etis terhadap kecenderungan kecurangan (fraud)
    6.      Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Kesesuaian Kompensasi terhadap kecenderungan kecurangan (fraud)
    7.      Untuk mengetahui dan menganalisis pegaruh Gaya Kepemimpinan terhadap kecenderungan kecurangan (fraud)
    1.4  Manfaat Penelitian
    Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini
    1.      Manfaat Akademis
    a.       Bagi akademisi, dari penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi pembaca dan memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu maupun sebagai tambahan referensi khususnya dalam bidang fraud serta dapat digunakan untuk membantu memecahkan berbagai masalah yang berkaitan dengan penelitian ini.
    2.      Manfaat Praktis
    a.       Bagi peneliti, dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan wawasan bagi peneliti mengenai fraud khususnya dibidang pemerintahan.
    b.      Bagi obyek penelitian, Pegawai dinas Kota Batang dapat bermanfaat bagi manajemen sebagai masukan dalam pencegahan terhadap terjadinya kecurangan (fraud) di sektor pemerintahan.
    ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    BAB II
    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1  Landasan Teori
    2.1.1        Persepsi
    Menurut Mustika dkk (2016) definisi persepsi yang formal adalah proses dengan mana seseorang memilih, berusaha, dan menginterpretasikan rangsangan ke dalam suatu gambaran yang terpadu dan penuh arti. Menurut Ikhsan dan Ishak (2005) dalam Mustika dkk (2016) persepsi adalah bagaimana orang-orang melihat atau mengintepretasikan peristiwa, obyek, serta manusia.
    Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dibagi dua yaitu faktor eksternal dan factor internal. Faktor eksternal atau dari luar yakni concretness, yaitu gagasan yang abstrak yang sulit dibandingkan dengan yang objektif, novelty atau hal baru, biasanya lebih menarik untuk dipersepsikan daripada hal-hal lama, velocity atau percepatan, misalnya pemikiran atau gerakan yang lebih cepat dalam menstimulasi munculnya persepsi lebih efektif dibanding yang lambat, conditioned stimulus yakni stimulus yang dikondisikan. Sedangkan faktor-faktor internal adalah motivasi yaitu dorongan untuk merespon sesuatu, interest dimana hal-hal yang menarik lebih diperhatikan daripada yang tidak menarik, need adalah kebutuhan akan hal-hal tertentu dan terkait asumptions yakni persepsi seseorang dipengaruhi dari pengalaman melihat, merasakan, dan lain-lain Sukanto (2007) dalam Mustika dkk (2016).
    2.1.2        Teori Keagenan
    Menurut Irma dkk (2016) teori agensi merupakan konsep yang menjelaskan hubungan kontraktual antara principals dan agent. Dalam hubungan keagenan, terdapat dua pihak yang melakukan kesepakatan atau kontrak, yakni yang memberi kewenangan atau kekuasaan (disebut prisipal) dan yang menerima kewenangan (disebut agen).
    Dalam suatu organisasi hubungan ini berbentuk vertikal, yakni antara pihak atasan (sebagai prinsipal) dan pihak bawahan (sebagai agen). Hal ini terkait dengan kecenderungan kecurangan (fraud) karena terjadinya kecurangan dapat disebabkan oleh kurang puasnya pihak agen terhadap prinsipal atas gaji, upah, honor atau insentif yang telah diberikan. Dengan adanya perbedaan kepentingan menyebabkan agen menyalahgunakan kewajibannya dalam menyampaikan informasi yang kepada prinsipal dengan cara memberikan atau menahan informasi yang diminta prinsipal bila menguntungkan bagi agen menurut Jensen dan Meckling (1976) dalam Haifa dan Rini (2016).
    2.1.3        Kecurangan (fraud)
    Menurut Pramudita (2013) Fraud  adalah sebuah tindakan  yang menyebabkan kesalahan pelaporan dalam laporan keuangan, atau suatu tindak kesengajaan untuk menggunakan sumber daya  perusahaan secara tidak wajar dan salah menyajikan fakta untuk memperoleh keuntungan pribadi. Menurut Pratomo dkk (2016) Fraud adalah kecurangan yang dilakukan secara sengaja dengan tujuan memperoleh keuntungan finnsial bagi pelakunya. Kecurangan (fraud) dapat terjadi pada semua bagian dalam suatu organisasi, mulai dari jajaran tertinggi sampai dengan jajaran terendah dapat melakukan tindak kecurangan.
    Menurut Indriani (2016) motivasi seseorang melakukan kecurangan atau fraud relatif bermacam-macam, dan salah satu teori yang menjelaskan tentang motivasi seseorang melakukan fraud adalah Fraud Triangel Theory. Berdasarkan teori ini ada tiga faktor yang menyebabkan seseeorang melakukan kecurangan. Ketiga faktor tersebut digambarkan dalam segitiga kecurangan (Fraud Triangel). Menurut Kurniawati (2012) dalam Najahningrum (2013) konsep segitiga kecurangan pertama kali diperkenalkan oleh Cressey (1953). Melalui serangkaian wawancara dengan 113 orang melakukan penggelapan uang perusahaan yang disebutnya “trust violators” atau “pelanggar kepercayaan”, Cressey menyimpulkan bahwa:
    Orang yang dipercaya menjadi pelanggar kepercayaan ketika ia melihat dirinya sendiri sebagai orang yang mempunyai masalah keuangan yang tidak dapat diceritakannya kepada orang lain, sadar bahwa masalah ini secara diam-diam dapat diatasinya dengan menyalahgunakan kewenangannya sebagai pemegang kepercayaan di bidang keuangan, dan tindak-tanduk sehari-hari memungkinkan menyesuaikan pandangan mengenai dirinya sebagai seseorang yang bisa dipercaya dalam menggunakan dana atau kekayaan yang dipercayakan.

    Menurut Indriani (2016) Fraud diamond merupakan sebuah pandangan baru tentang fenomena fraud yang dikemukakan oleh Wolfe dan Hermanson (2004). Fraud diamond merupakan suatu bentuk penyempurnaan dari teori Fraud Triangle oleh Cressey (1953). Selain elemen tekanan (pressure), kesempatan (opportunity), dan rasionalisasi, Wolfe dan Hermanson (2004) menambahkan satu elemen kualitatif yang diyakini memiliki pengaruh signifikan terhadap fraud yakni kemampuan (capability) sehingga menjadi empat elemen yang dikenal dengan Fraud Diamond. Menurut Hay (2013) dalam Shelton (2014), capability adalah sifat dari individu yang melakukan penipuan/ fraud, yang mendorong mereka untuk mencari kesempatan dan memanfaatkannya untuk melakukan kecurangan. Dalam penelitian ini, elemen capability diproksikan dengan variabel posisi/ jabatan dalam pekerjaan, level penalaran moral, dan kompetensi, sebagaimana di gambarkan berikut ini:

    Gambar 2.1.3
    FRAUD DIAMOND

    gambar ga bisa masuk anjayy

    Sumber: Fraud Diamond oleh Wolfe dan Hermanson (2004)
    dalam Indriani (2016)

    Menurut Nugraheni (2017) Fraud diamond merupakan sebuah pandangan baru tentang fenomena fraud yang dikemukakan oleh Wolfe dan Hermanson (2004). Fraud diamond merupakan suatu bentuk penyempurnaan dari teori Fraud Triangle oleh Cressey (1953). Selain elemen tekanan (pressure), kesempatan (opportunity), dan rasionalisasi, Wolfe dan Hermanson (2004) menambahkan satu elemen kualitiatif yang diyakini memiliki pengaruh signifikan terhadap fraud yakni kemampuan (capability) sehingga menjadi empat elemen yang dikenal dengan Fraud Diamond. Wolfe dan Hermanson (2004) dalam Nugraheni (2017) berpendapat bahwa kecurangan tidak akan terjadi tanpa adanya orang yang tepat dengan kemampuan yang tepat pula. Adapun 6 elemen yang ada di capability yang sangat penting dalam pribadi pelaku kecurangan, yaitu posisi/fungsi, kecerdasan, tingkat kepercayaan diri/ego, kemampuan pemaksaan, kebohongan yang efektif, dan kekebalan terhadap stres (Immunity to stress).
    Menurut Sukanto (2007) dalam Najahningrum (2013) Dalam hal penindakan terhadap fraud dapat dikelompokkan menjadi tiga tahap yakni tindakan preventif, detektif dan represif. Tindakan preventif antara lain memberi kesejahteraan yang baik bagi pegawai, menjaga kualitas SDM dengan pembekalan pendidikan dan pelatihan berkelanjutan, memperkuat pengawasan dari atasan maupun dari rekan kerja, memperkuat struktur internal control, menerapkan standar prosedur kerja yang konsisten, memperkuat posisi internal audit, menerapkan system risk management, tidak memberikan pekerjaan dari awal sampai akhir kepada satu bagian, memperkuat instumen anggaran sebagai pengendali organisasi, dan memperkuat penerapan kode etik.
    Tindakan detektif bisa ditempuh dalam mengatasi fraud antara lain memperbaiki dan menerapkan sistem tindak lanjut dari pengaduan, melaporkan transaksi-transaksi khusus diluar standar prosedur baku, mendalami fraud auditing bagi anggota internal audit, memantau gejala-gejala fraud sejak dini, tetapi tidak melanggar aturan moral maupun aturan kerja, dan berpartisipasi dalam gerakan moral. Untuk tindakan represif dapat dilakukan dengan cara melakukan investigatif audit jika diperlukan. Jika bukti mendukung, perlu dilanjutkan ke proses berikutnya bisa berupa teguran, peringatan, PHK atau diteruskan ke aparat.
    2.1.4        Asimetri Informasi
    Menurut Lestari (2015) Asimetri informasi merupakan kondisi dimana pihak dalam atau pengelola perusahaan mengetahui informasi yang lebih baik dibandingan dengan pihak luar atau pihak pemakai informasi selain pengelola. Menurut Anthony dan Govindarajan (2005) dalam Mustika dkk (2016), asimteri informasi yaitu principal (masyarakat, perwakilan rakyat, dan legislatif) memberikan wewenang kepada agen (pemerintah daerah/eksekutif) untuk mengatur instansi yang dijabatnya. Asimetri informasi juga dapat diartikan sebagai suituasi dimana terjadi ketidakselarasan informasi antara pihak yang memiliki atau menyediakan informasi dengan pihak yang membutuhkan informasi menurut Wilopo (2006). Pendelegasian wewenang akan menyebabkan pemerintah daerah sebagai pengelola instansi akan lebih mengetahui prospek dan informasi instansi sehingga menimbulkan ketidakseimbangan informasi antara pemerintah daerah dengan pihak legislatif yang disebut asimetri informasi. Bila terjadi asimetri informasi, pemerintah daerah akan menyajikan laporan keuangan yang bermanfaat bagi mereka, demi motivasi untuk memperoleh kompensasi bonus yang tinggi, mempertahankan jabatan, dan lain-lain menurut Khang (2002) dalam Mustika dkk  (2016). Instrumen yang digunakan untuk mengukur asimetri informasi terdiri dari indikator yang dikembangkan oleh Wilopo (2006) yaitu:
    1.      Situasi di mana pihak atasan memiliki informasi yang lebih baik atas aktivitas.
    2.      Situasi dimana pihak atasan lebih mengetahui hubungan input dan output.
    3.      Situasi di mana pihak atasan lebih mengetahui potensi kinerja.
    4.      Situasi dimana pihak atasan lebih mengetahui teknik kerja.
    5.      Situasi di mana pihak atasan lebih mengetahui pengaruh faktor eksternal.
    2.1.5        Penegakan Peraturan
    Menurut Najahningrum (2013) peraturan merupakan ikatan, aturan yang harus dipatuhi seluruh anggota organisasi selama proses oprasional sehingga proses tersebut berjalan secara efektif dan efesien. Penegakan peraturan juga merupakan bentuk tindak nyata oleh subjek hukum kepada hukum yang berlaku yaitu dengan menaati hukum yang ada disuatu negara. Peraturan sebagai suatu sistem terdiri dari tiga subsistem menurut Raharjo (2009) dalam Mustika dkk (2016), yaitu:
    1.       Sub sistem nilai atau substansi yang merupakan sistem nilai atau norma baik berbentuk tertulis (peraturan perundang-undangan) atau dalam bentuk tidak tertulis (kebiasaan).
    2.       Sub sistem legal actor atau sub sistem legal structure, dapat berupa lembaga lembaga atau berupa aparat hukum yang bertugas dan berperan dalam mengimplementasikan atau mengaktualisasikan substansi hukum dan sifat-sifatnya yang abstrak menjadi hukum yang bersifat konkret.
    3.       Sub sistem legal culture (budaya hukum), yaitu berupa perasaan hukum, opini hukum, pendapat hukum, atau kesadaran hukum dan masyarakat, yang memberikan pcngaruh terhadap keberlakuan substansi hukum maupun terhadap aparat hukum.
    2.1.6        Keefektifan Pengendalian Internal
    Pengendalian internal ini berkaitan dengan perilaku anggota organisasi atau pegawai, berdasarkan PP No. 60 Tahun 2008 Tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) dalam Zamzami dkk (2014) mendefinisikan Sistem Pengendalian Internal Pemerintah, yaitu “Sistem Pengendalian Internal adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus-menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan”.
    Menurut Tuanakotta (2013) pengendalian internal dirancang, diimplementasikan, dan dipelihara oleh TCWG, manajemen dan karyawan lain untuk menangani risiko bisnis dan risiko kecurangan yang diketahui (identified business and fraud risks) mengancam pencapaian tujuan entitas, seperti pelaporan keuangan yang andal. Tunakotta (2013) juga menyatakan bahwa tujuan pengendalian internal secara garis besar dapat dibagi dalam empat kelompok sebagai berikut:
    a.       Strategis, sasaran-sasaran (high-level goals) utama yang mendukung misi entitas.
    b.      Pelaporan Keuangan (Pengendalian internal atas pelaporan keuangan).
    c.       Operasi (Pengendalian oprasional atau oprational conntrols).
    d.      Kepatuhan terhadap hukum dan ketentuan perundangan-undangan.
    Menurut Zulkarnain (2013) pengendalian internal adalah merupakan suatu sistem yang terdiri dari kebijakan, prosedur, cara, dan peraturan yang ditetapkan oelh perusahaan agar rencana dan tujuan dapat dicapai dengan baik.
    2.1.7        Lingkungan Kerja
    Menurut Suryana dan Sadeli (2015) lingkungan kerja merupakan segala sesuatu yang ada disekitarnya yang dapat menghubungkan dirinya serta pekerjaannya disaat melakukan segala aktivitasnya didalam perusahaan. Lingkungan kerja juga dapat diatikan sebagai kondisi-kondisi material dan psikologis yang ada dalam organisasi menurut  Lucky (2011).
    Menurut Ginanjar (2013) lingkungan kerja adalah kondisi dimana para karyawan bekerja dalam suatu perusahaan yang dapat mempengaruhi kondisi fisik dan psikolog karyawan baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga lingkungan kerja dapat dikatakan baik apabila karyawan dapat bekerja dengan optimal, tenang dan produktivitasnya tinggi.
    Lingkungan kerja ini sendiri terdiri atas fisik dan nonfisik yang melekat dengan karyawan sehingga tidak dapat dipisahkan dari usaha pengembangan kinerja karyawan. Lingkungan kerja yang segar, nyaman, dan memenuhi standar kebutuhan layak akan memberikan kontribusi terhadap kenyamanan karyawan dalam melakukan tugasnya. Lingkungan kerja nonfisik yang meliputi keramahan sikap para karyawan, sikap saling menghargai diwaktu berbeda pendapat, dan lain sebagainya adalah syarat wajib untuk terus membina kualitas pemikiran karyawan yang akhirnya bisa membina kinerja mereka secara terus-menerus menurut Munparidi (2012). Menurut Suryana dan Sadeli (2015) Lingkungan kerja salah satu faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya fraud, karena dalam lingkungan kerja terdapat fasilitas kerja, gaji, dan tunjangan, serta hubungan kerja antar personal, dengan indikator sebagai berikut:
    a.       Pewarnaan ruangan.
    b.      Kebersihan.
    c.       Pertukaran Udara.
    d.      Penerangan.
    e.       Kebisingan.
    2.1.8        Perilaku Tidak Etis
    Menurut Griffin dan Ebert (2006) dalam Mustika dkk (2016) Perilaku tidak etis adalah perilaku yang tidak sesuai dengan norma-norma sosial yang diterima secara umum, sehubungan dengan tindakan yang bermanfaat atau yang membahayakan. Perilaku tidak etis jugamerupakan perilaku yang menyimpang dari tugas pokok atau tujuan utama yang telah disepakati menurut Djik (2000) dalam Thoyibatun (2012). Terjadinya perilaku tidak etis ini salah satunya dapat disebabkan oleh ketidaksesuaian kompensasi, ketika seseorang mempresepsikan bahwa prosedur pemberian gaji atau kompensasi lainnya dilakukan scara tidak adil, akan timbul tekanan dalam dirinya. Secara perasaan, akan timbul ketidakpuasan bagi pegawai tersebut sehingga akan menyebabkan pegawai tersebut meakukan apa saja karena dirinya merasa tertekan termasuk dengan melakukan kecurangan. menurut Thoyibatun (2012) Dilema etik sering muncul ketika pada saat yang sama manajemen dituntut meningkatkan keuntungan organisasi dan memaksimalkan manfaat yang bisa diperoleh konsumen melalui produk yang dihasilkan orgaanisasi. Keadaan demikian melahirkan perilaku tidak etis dan berbagai kebijakan bias. Variabel ini diukur dengan indikator sebagai berikut:
    a.       Perilaku manajemen yang menyalahgunakan kedudukan (abuse position).
    b.      Perilaku manajemen yang menyalahgunakan sumber daya organisasi (abuse resources).
    c.       Perilaku manajemen yang menyalahgunakan kekuasaan (abuse power).
    d.      Perilaku manajemen yang tidak berbuat apa-apa (no action).
    e.       Perilaku manajemen yang mengabaikan peraturan (abuse rule).
    2.1.9        Kesesuaian Kompensasi
    Menurut Zulkarnain (2013) Kompensasi adalah salah satu hal yang penting bagi seetiap pegawai yang bekerja dalam suatu perusahaan, bagi seorang pegawai, kompensasi merupakan suatu outcome atau reward yang penting karena dengan kompensasi yang diperoleh seseorang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini dapat menjelaskan bahwa pemberian kompensasi harus dibagi atau diberikan secara adil sesuai dengan kontribusi yang telah dicapai pegawai. Menurut Berger (2008) dalam Faizal (2013) mendefinisikan kompensasi berdasarkan klasifikasinya, yang terdiri dari kompensasi tunai (cash compensation), kompensasi kotor (gross compensation), dan kompensasi bersih (net compensation). Kompensasi tunai adalah imbalan dalam bentuk gaji, bonus tunai, dan insentif jangka pendek. Kompensasi kotor adalah imbalan yang berbentuk biaya penggajian atas semua keuntungan pegawai dan tunjangan baik total maupun kompensasi tunai. Sementara kompensasi bersih adalah imbalan yang digunakan dengan membandingkan imbalan yang dihitung setelah pajak.
    Jika para karyawan tidak puas atas kompensasi yang dterimanya maka akan berdampak terhadap organisasi. Artinya jika ketidakpuasan tersebut tidak diselesaikan dengan baik, maka setiap karyawan menyatakan keinginan untuk memperoleh kompensasi yang sesuai.Pemberian kompensasi yang sesuai kepada karyawan dapat memberikan kepuasan dan motivasi kepada karyawan dalam bekerja, sehingga mendorong mereka untuk memberikan yang terbaik bagi perusahaan tempat mereka bekerja menurut Gibson dkk (1997) dalam Delfi dkk (2014). Hal ini dapat meminimalkan tindakan karyawan untuk melakukan kecurangan akuntansi melalui pencurian asset atau penipuan lainnya karena kesejahteraan karyawan diperhatikan dengan baik oleh perusahaan melalui pemberian kompensasi yang sesuai dan adil. Variabel diukur dengan indikator sebagai berikut:
    a.       Kompensasi keuangan.
    b.      Pengakuan perusahaan atas keberhasilan dalam melaksanakan pekerjaan.
    c.       Promosi.
    2.1.10    Gaya Kepemimpinan
    Menurut Reynaldhie dan Mahmudi (2016) Kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi perilaku orang lain, atau seni mempengaruhi perilaku manusia baik perorangan maupun kelompok. Gaya kepemimpinan merupakan pola tingkah laku yang dirancang untuk mengintegrasikan tujuan organisasi dengan tujuan individu untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Menurut Lestari(2015) Gaya Kepemimpinan adalah persepsi karyawan mengenai seorang pemimpin dalam proses mempengaruhi orang atau bawahan sehingga mereka akan berusaha, rela dan antusias terhadap pencapaian tujuan kelompok. Menurut Munparidi (2012) Kepemimpinan merupakan faktor penting dalam memberikan pengarahan kepada karyawan apalagi pada saat-saat sekarang ini di mana semua serba terbuka, maka kepemimpinan yang dibutuhkan adalah kepemimpinan yang bisa memberdayakan karyawannya. bisa menumbuhkan motivasi kerja karyawan adalah kepemimpinan yang bisa menumbuhkan rasa percaya diri para karyawan dalam menjalankan tugasnya masing-masing. Variabel ini diukur dengan menggunakan skala likert 1-5, dengan lima item pertanyaan menggunakan teori Fiedler dalam Pramudita (2013) dengan indikator sebagai berikut:
    a.       Relasi pimpinan dengan anggota.
    b.      Struktur tugas.
    c.       Posisi kekuatan.
    d.      Delegasi tugas.
    e.       Etika pimpinan.
    2.2    Hasil Penelitian Terdahulu
    Dalam suatu penelitian memerlukan banyak masukan melalui penelitian terdahulu atau jurnal sebagai arahan kerja dalam penelitian. Penelitian mengenai pengaruh penegakan peraturan, asimetri informasi, pengendalian internal, perilaku tidak etis, kesesuaian kompensasi, lingkungan kerja dan gaya kepemimpinan terhadap kencenderungan kecurangan (Fraud), penelitian mengenai kecenderungan kecurangan (Fraud) telah beberapa kali dilakukan. Adapun penelitian-penelitian terdahulu yang memberikan masukan-masukan dan arahan bagi peneliti diantaranya:.
    Penelitian yang dilakukan Mustika dkk (2016) melakukan penelitian mengenai “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecenderungan Kecurangan (Fraud): Persepsi Pegawai Dinas Kabupaten Way Kanan Lampung” Dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa variabel yang digunakan untuk mengetahui pengaruh kecenderungan kecurangan (fraud) adalah asimetri informasi, penegakan peraturan, keefektifan pengendalian internal, perilaku tidak etis, dan kesesuaian kompensasi. Hasil dari penelitian tersebut yang tertera dalam uji hipotesisnya variabel yang diuji yaitu asimetri informasi tidak berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan (fraud), penegakan peraturan berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan (fraud), keefektifan pengendalian internal tidak berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan (fraud), perilaku tidak etis berpengaruh positif terhadap kecenderungan kecurangan (fraud), dan kesesuaian kompensasi tidak berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan (fraud).
    Selanjutnya penelitian dari Najahningrum (2013) melakukan penelitian mengenai “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecenderungan Kecurangan (Fraud): Presepsi Pegawai Dinas Provinsi DIY” dengan variabel untuk mengetahui pengaruh kecenderungan kecurangan (fraud) adalah penegakan peraturan, keefektifan pengendalian internal, asimetri informasi, keadilan distributif, keadilan proedural, komitmen organisasi, budaya etis organisasi. Dalam penelitian tersebut menghasilkan pengaruh dari variabel penegakan peraturan, keefektifan pengendalian internal, keadilan distributif, keadilan proedural, komitmen organisasi, dan budaya etis organisasi berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan (fraud) yang artinya variabel tersebut dapat meminimalisir terjadinya kecenderungan kecurangan (fraud) sedangkan variabel asimetri informasi berpengaruh positif terhadap kecenderungan kecurangan (fraud) yang artinya asimteri informasi membuka peluang terjadinya kecenderungan kecurangan (fraud).
    Kemudian ada penelitian dari Pramudita (2013) melakukan penelitian mengenai “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Fraud Di Sektor Pemerintahan, (Presepsi Pegawai Pada Dinas Se-Kota Salatiga)” menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kecurangan (fraud) yaitu Gaya Kepemimpinan, Keefektifan Pengendalian Sistem Pengendalian Internal, Kesesuaian Kompensasi, Budaya Etis Organisasi, Komitmen Organisasi dan Penegakan Hukum dengan hasil dari penelitian tersebut bahwa Gaya Kepemimpinan, Keefektifan Pengendalian Sistem Pengendalian Internal, Kesesuaian Kompensasi, Budaya Etis Organisasi berpengaruh dan dapat mencegah terjadinya kecurangan (fraud), sedangkan Komitmen Organisasi dan Penegakan Hukum tidak berpengaruh atau tidak dapat menekan tingkat terjadinya fraud di sektor pemerintahan.
    Berikutnya penelitian yang dilakukan oleh Suryana dan Sadeli (2015) melakukan penelitian mengenai “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Fraud” dengan variabel Lingkungan kerja, Personal Atitude, Sistem Administrasi. Hasil dari penelitian tersebut Terdapat pengaruh yang signifikan antara lingkungan kerja, personal attitude dan sisitem admnistrasi terhadap fraud secara simultan dan terdapat pengaruh yang signifikan antara lingkungan kerja, personal attitude secara parsial sedangkan sistem administrasi kurang berpengaruh signifikan secara parsial.
    Kemudian ada penelitian dari Ginanjar (2013) yang melakukan penelitian mengenai “Pengaruh Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Sleman” dengan variabel lingkungan kerja dengan hasil penelitian tersebut bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan.
    Dan yang terakhir penelitian dari Wilopo (2006) yang melakukan penelitian mengenai “Analisis Faktor-Faktor yang berpengaruh terhadap kecenderungan Kecurangan Akuntansi: Studi Pada Perusahaan Publik dan Badan Usaha Milik Negara di indonesia” dengan variabel Perilaku tidak etis, keefektifan pengendalian internal, kesesuaian kompensasi, ketaatan aturan akuntansi, Asimetri Informasi, moralitas manajemen dengan hasil penelitian keefektifan pengendalian internal, ketaatan aturan akuntansi, moralitas manajemen bepengaruh negatifsecara signifikan terhadap fraud sedangkan perilaku tidak etis dan asimetri informasi berpengaruh positif secara signifikan terhadap fraud dan kesesuaian kompensasi tidak bepengaruh secara signifikan tehadap fraud.

    Tabel  2.2
    Penelitian Terdahulu
    No
    Nama dan Judul Penelitian
    Variabel yang digunakan dan
    Alat Analisis
    Hasil Penelitian
    1.
    Dian Mustika, Sri hastuti dan Sucahyo Heriningsih (2016) melakukan penelitian mengenai “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecenderungan Kecurangan (Fraud): Persepsi Pegawai Dinas Kabupaten Way Kanan Lampung”
    Variabel yang digunakan yaitu asimetri informasi, penegakan peraturan, keefektifan pengendalian internal, perilaku tidak etis, dan kesesuaian kompensasi  alat analisisnya SEM (Structural Equation Modelling).
    Asimetri informasi tidak berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan (fraud), penegakan peraturan berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan (fraud), keefektifan pengendalian internal tidak berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan (fraud), perilaku tidak etis berpengaruh positif terhadap kecenderungan kecurangan (fraud), dan kesesuaian kompensasi tidak berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan (fraud).


    2.
    Anik Fatun najahningrum (2013) melakukan penelitian mengenai “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecenderungan Kecurangan (Fraud): Presepsi Pegawai Dinas Provinsi DIY”
    Variabel yang digunakan yaitu penegakan peraturan, keefektifan pengendalian internal, asimetri informasi, keadilan distributif, keadilan proedural, komitmen organisasi, dan budaya etis organisasidanalat analisisnya Smart PLS 2.0
    Variabel penegakan peraturan, keefektifan pengendalian internal, keadilan distributif, keadilan   proedural, komitmen organisasi, dan budaya etis organisasi berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan (fraud) yang artinya variabel tersebut dapat meminimalisir terjadinya kecenderungan kecurangan (fraud) sedangkan variabel asimetri informasi berpengaruh positif terhadap kecenderungan kecurangan (fraud) yang artinya asimteri informasi membuka peluang terjadinya kecenderungan kecurangan (fraud).
    3.
    Aditya Pramudita (2013) melakukan penelitian mengenai “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Fraud Di Sektor   Pemerintahan, (Presepsi Pegawai Pada Dinas Se-Kota Salatiga)”
    Variabel yang digunakan yaitu Gaya Kepemimpinan, Keefektifan Pengendalian Sistem Pengendalian Internal, Kesesuaian Kompensasi, Budaya Etis Organisasi, Komitmen Organisasi dan Penegakan Hukum dan alat analisisnya SEM (Structural Equation Modelling).
    Hasil dari penelitian tersebut bahwa Gaya Kepemimpinan, Keefektifan Pengendalian Sistem Pengendalian Internal, Kesesuaian Kompensasi, Budaya Etis Organisasi berpengaruh dan dapat mencegah terjadinya kecurangan (fraud), sedangkan Komitmen Organisasi dan Penegakan Hukum tidak   berpengaruh atau tidak dapat menekan tingkat terjadinya fraud di sektor pemerintahan.


    4.
    Asep Suryana dan Dadang Sadeli (2015) melakukan penelitian mengenai “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Fraud
    Variabel yang digunakan yaitu Lingkungan kerja, Personal Atitude, Sistem Administrasi
    Alat analisisnya SPSS 20
    Hasil dari penelitian tersebut Terdapat pengaruh yang signifikan antara lingkungan kerja, personal attitude dan   sisitem admnistrasi terhadap fraud secara simultan dan Terdapat pengaruh yang signifikan antara lingkungan kerja, personal attitude secara parsial sedangkan sistem administrasi kurang berpengaruh signifikan secara parsial.
    5.
    Rodi Ahmad Ginanjar (2013) yang melakukan penelitian mengenai “Pengaruh Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Sleman”
    variabel lingkungan kerja dengan alat analisis SPSS 17
    hasil penelitian tersebut bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan
    6.
    Wilopo (2006) yang melakukan penelitian mengenai “Analisis Faktor-Faktor yang berpengaruh terhadap kecenderungan Kecurangan Akuntansi: Studi Pada Perusahaan Publik dan Badan Usaha Milik Negara di indonesia”
    Variabel yang digunakan yaitu Perilaku tidak etis, keefektifan pengendalian internal, kesesuaian kompensasi, ketaatan aturan akuntansi, Asimetri Informasi, moralitas manajemen dan alat analisisnya AMOS 4.0
    Hasil penelitian keefektifan pengendalian internal, ketaatan aturan akuntansi, moralitas manajemen bepengaruh secara signifikan dan negatif terhadap fraud sedangkan perilaku tidak etis dan asimetri informasi berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap fraud dan kesesuaian kompensasi tidak bepengaruh secara signifikan tehadap fraud.

    Penelitian ini merujuk pada penelitian Mustika dkk (2016) yang melakukan penelitian mengenai “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecenderungan Kecurangan (Fraud): Persepsi Pegawai Dinas Kabupaten Way Kanan Lampung” dengan variabel asimetri informasi, penegakan peraturan, keefektifan pengendalian internal, perilaku tidak etis, dan kesesuaian kompensasi. Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah adanya penambahan variabel lingkungan kerja dan gaya kepemimpinan serta perbedaan obyek yang diteliti, dimana obyek yang diteliti di Lampung sedangkan penelitian ini dilakukan di Kota Batang.
    Alasan penambahan variabel lingkugan kerja, karena kondisi budaya dan perilaku dalam lingkungan kerja pasti berbeda, terutama fasilitas lingkungan kerja yang tidak terpasang cctv dapat memicu terjadinya fraud. Alasan berikutnya penambahan variabel gaya kepemimpinan, karena setiap orang memiliki gaya tersendiri dalam hal memimpin dan dihargai, semakin tegas cara memimpin maka perilaku fraud tidak mungkin terjadi, begitu pula sebaliknya.
    2.3    Kerangka Pemikiran
    Adapun hubungan yang logis pada masing-masing variabel independen dan variabel dependen pada penelitian ini digambarkan dalam kerangka pemikiran berikut ini:
    Gambar 2.3
    Kerangka Pemikiran

    gambar ga masuk lagi anjayyy     
                  
    2.4              Pengembangan Hipotesis
    Menurut Siregar (2017) Hipotesis merupakan pernyataan sementara yang masih lemah kebenarannya, maka perlu diuji kebenarannya. berdasarkan kerangka pemikiran diatas, dapat ditarik hipotesis penelitian sebagai berikut:
    2.4.1        Asimetri Informasi
    Asimetri informasi merupakan kondisi dimana pihak dalam atau pengelola perusahaan mengetahui informasi yang lebih baik dibandingan dengan pihak luar atau pihak pemakai informasi selain pengelola menurut Lestari (2015). Terjadinya asimetri informasi kemungkinan dapat menyebabkan terjadinya penyampaian dan penerimaan informasi yang berbeda, hal ini dapat dikatakan fatal apabila terjadi dalam suatu laporan keuangan informasi yang penting tidak dicantumkan, terjadinya perbedaan kepemilikan informasi ini dapat mengarah pada kecenderungan kecurangan karena dapat menyebabkan kerugian yang bersifat materi bagi pihak luar yang tidak memperoleh informasi penting dalam laporan keuangan maupun kerugian berkaitan dengan nama baik pengelola perusahaan atau instansi terkait jika diketahui dengan sengaja menyembunyikan informasi penting tersebut. Pada penelitian yang dilakukan oleh Najahningrum et al. (2013) dan Chandra et al. (2015) dalam Mustika dkk (2016) menunjukkan bahwa Asimetri informasi berpengaruh positif terhadap kecenderungan kecurangan (fraud). Berdasarkan uraian di atas maka dapat diperoleh hipotesis yaitu:
    H1. Asimetri informasi berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan (fraud)
    2.4.2        Penegakan Peraturan
    Penegakan peraturan merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide tentang keadilan, kepastian peraturan, dan kemanfataan sosial menjadi kenyataan. Proses perwujudan ide-ide itulah yang merupakan hakikat dari penegakan peraturan Menurut Rahardjo (2009) dalam Mustika dkk (2016). Peraturan yang berlaku disuatu instansi dapat dikatakan wajib untuk diketahui dan dipahami, tidak ditaatinya peraturan yang berlaku dikarenakan kurangnya pemahaman mengenai penegakan peraturan yang wajib dijalankan dalam suatu perusahaan atau instansi, dengan diketahuinya peraturan yang berlaku saja namun kurangnya pemahaman akan sulit peraturan tersebut untuk ditegakkan. Dalam suatu instansi maupun perusahaan perlu diberikan pemahaman bahwa peraturan yang telah dibuat perlu dipatuhi oleh seluruh pihak instansi/perusahaan dan biasanya, pegawai yang melakukan pelanggaran akan diberi teguran atau dikenai sanksi bahkan yang lebih buruk adalah pemecatan, karena pelanggaran atau tidak ditaatinya peraturan tersebut dapat mengarah kepada kecenderungan kecurangan yang dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain bahkan perusahaan atau instansi tempatnya bekerja. Penelitian yang dilakukan oleh Mustika dkk (2016) menunjukkan bahwa penegakan peraturan berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan (fraud). Berdasarkan uraian di atas maka dapat diperoleh hipotesis yaitu:
    H2. Penegakan peraturan berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan (fraud)
    2.4.3        Kefektifan Pengendalian Internal
    “Pengendalian Internal yaitu suatu proses yang dipengaruhi oleh dewan komisaris, manajemen dan personil lainnya dari sebuah entitas.” Menurut COSO (The Committe of Sponsoring Organization of the treadway Commission’s) dalam Lestari (2015). Proses ini dapat dikatakan pengendalian internal yang efektifapabila hal ini memungkinkan dapat membantu pimpinan memperoleh kendali dalam suatu instansi dalam pemberian wewenang tugas yang dimilikinya kepada bawahan sesuai dengan pekerjaannyaagar perusahaan dapat mencapai tujuan dengan efektif dan efesien, tidak adanya keefektifan pengendalian internal dapat membuat bawahan bertindak semaunya dalam pelaksanaan tugas yang diemban yang dapat mengarah pada kecenderungan kecurangan karena telah berperilaku diluar kendali pimpinannya.
    Penelitian yang dilakukan oleh Najahningrum et al. (2013) dan Chandra et al. (2015) dalam Mustika dkk (2016) menunjukkan bahwa keefektifan pengendalian internal berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan (fraud). Berdasarkan uraian di atas maka dapat diperoleh hipotesis yaitu:
    H3. Keefektifan pengendalian internal berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan (fraud)
    2.4.4        Lingkungan Kerja
    Menurut Suryana dan Sadeli (2015) lingkungan kerja merupakan segala sesuatu yang ada disekitarnya yang dapat menghubungkan dirinya serta pekerjaannya disaat melakukan segala aktivitasnya didalam perusahaan. Lingkungan yang ada disekeliling akan memiliki dampak bagi seseorang, dengan terciptanya lingkungan yang nyaman, bersih dan kondusif dapat meningkatkan produktifitas kerja pada seseorang, lingkungan yang tidak nyaman dapat membuaat produktifitas kerja pada seseorang terganggu yang berakibat pekerjaan tersebuat tidak dijalankan dengan baik, hal ini dapat mengarah pada kecenderungan kecurangan (fraud) karena pekerjaan yang telah diberikan tidak dikerjakan sesuai dengan instruksi dari atasan. Penelitian yang dilakukan Suryana dan Sadeli (2015) menunjukkan bahwa lingkungan kerja berpengaruh terhadap Fraud. Berdasarkan uraian di atas maka dapat diperoleh hipotesis yaitu:
    H4. lingkungan kerja berpengaruh terhadap kecenderungan Kecurangan (Fraud)
    2.4.5 Perilaku tidak Etis
    Perilaku tidak etis merupakan perilaku yang menyimpang dari tugas pokok atau tujuan utama yang telah disepakati menurut Djik (2000) dalam Thoyibatun (2012). Perilaku yang menyimpang ini dapat mempengaruhi seseorang dalam bertindak atau mengambil suatu keputusan, pada perilaku tidak etis seseorang akan mempresepsikan suatu ketidakadilan dalam suatu hal, dengan adanya perasaan ketidakadilan dalam diri seseorang akan muncul rasa tertekan yang akan membuat seseorang bertindak apa saja bahkan melakukan kecurangan untuk memperoleh keadilan. Penelitian yang dilakukan Mustika dkk (2016) menunjukkan bahwa perilaku tidak etis berpengaruh positif terhadap kecenderungan kecurangan (fraud). Berdasarkan uraian di atas maka dapat diperoleh hipotesis yaitu:
    H5. Perilaku tidak etis berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan (fraud)
    2.4.6        Kesesuaian Kompensasi
    Menurut Zulkarnain (2013) Kompensasi adalah salah satu hal yang penting bagi seetiap pegawai yang bekerja dalam suatu perusahaan, bagi seorang pegawai, kompensasi merupakan suatu outcome atau reward yang penting karena dengan kompensasi yang diperoleh seseorang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam pembagian kompensasi (gaji, upah, bonus, insentif, dan tunjangan lainnya) yang di bayar oleh perusahaan apabila seseorang menganggapjasa yang telah diberikan pada perusahaan atau instansi tidak sesuai dengan yang diterima maka akan berpengaruh terhadap seseorang untuk mendapatkan bagian yang diharapkan dengan cara apapun bahkan melakukan tindak kecurangan. Penelitian yang dilakukan oleh Faizal (2013) dan Chandra et al. (2015) dalam Mustika dkk (2016) menunjukkan bahwa kesesuaian kompensasi berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan (fraud).Berdasarkan uraian di atas maka dapat diperoleh hipotesis yaitu:
    H6. kesesuaian kompensasi berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan (fraud)
    2.4.7        Gaya Kepemimpinan
    Gaya kepemimpinan merupakan pola tingkah laku yang dirancang untuk mengintegrasikan tujuan organisasi dengan tujuan individu untuk mencapai suatu tujuan tertentu menurut Reynaldhie dan Mahmudi (2016). Pola tingkah laku seorang pimpinan dapat memperngaruhi bawahan dalam pelakasanan tugasnya, dalam pendelegasian wewenang tugas seorang pemimpin perlu mimiliki gaya kepemimpinan sesuai yang diharapkan bawahan agar bawahan merasa nyaman dalam menjalankan tugasnya agar tidak terjadi tindak kecurangan dalam suatu perusahaan atau instansi yang disebabkan karena bawahan merasa gaya kepemimpinan pimpinannya tidak sesuai yang diharapkan. Penelitian yang dilakukan Pramudita (2013) menunjukkan bahwa Gaya kepemimpinan berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan (fraud). Berdasarkan uraian di atas maka dapat diperoleh hipotesis yaitu:
    H7. Gaya kepemimpinan berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan (fraud)
    ---------------------------------------------------------------

     BAB III
    METODE PENELITIAN

    3.1  Jenis dan Obyek Penelitian

    Penelitian ini termasuk jenis penelitian kausal komparatif, kausal komparatif adalah hipotesis yang dirumuskan untuk memberikan jawaban pada permasalahan yang bersifat membedakan atau membandingkan antara satu dengan data lainnya menurut Siregar (2017).
    Objek dalam penelitian ini adalah pegawai negeri sipil yang bekerja pada Dinas Pemerintahan Kota Batang.

    3.2  Definisi dan Operasionalisasi Variabel

    3.2.1        Variabel Dependen (Y)
    Variabel dependen yaitu variabel yang dipengaruhi oleh variabel lainvariabel dependen disini adalah kecenderungan kecurangan (fraud). Menurut Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) dalam Mustika dkk (2016) fraud adalah perbuatan-perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan dengan sengaja untuk tujuan tertentu (manipulasi atau memberikan laporan keliru terhadap pihak lain) dilakukan orang-orang dari dalam atau luar organisasi untuk mendapatkan keuntungan pribadi ataupun kelompok secara langsung atau tidak langsung merugikan pihak lain. Untuk mengukur kecenderungan kecurangan terdiri dari sembilan item pertanyaan yang dikembangkan dari jenis-jenis kecurangan menurut Association of Certified Fraud Examinations (ACFE) dalam Mustika dkk (2016) yang terdiri dari:
    a.       kecurangan laporan keuangan
    b.      penyalahgunaan asset
    c.       korupsi.
    Pengukuran variabel menggunakan skala likert 1-5, semakin tinggi nilai yang ditunjukan maka semakin tinggi frekuensi kecurangan yang terjadi.
    3.2.2        Variabel Independen (X)
    Variabel independen yaitu variabel yang  memengaruhi  variabel lain atau variabel dependen. Variabel-variabel yang digunakan untuk menguji penelitian ini menggunakan tujuh variabel yang mempengaruhi kecenderungan kecurangan (fraud). Definisi variabel-variabel tersebut adalah sebagai berikut:
    3.2.2.1  Asimetri Informasi
    Asimetri informasi adalah suatu kondisi dimana ada ketidakseimbangan perolehan informasi antara pihak pemegang amanah (pemerintah daerah/eksekutif) sebaagai penyedia informasi/agent dengan pihak pemberi amanah (masyarakat, perwakilan rakyat, dan legislatif) sebagai pengguna informasi/Principal menurut Scott (2009) dalam Mustika dkk (2016). Instrumen yang digunakan untuk mengukur asimetri informasi terdiri dari enam item pertanyaan yang dikembangkan oleh Dunk (1993) dalam Mustika dkk (2016). Pengukuran variabel menggunakan skala likert 1-5, semakin tinggi nilai yang ditunjukan maka semakin tinggi asimetri informasi yang terjadi disuatu instansi.Variabel ini diukur dengan indikator sebagai berikut:
    a.       Situasi di mana pihak intern instansi memiliki informasi yang lebih baik atas aktivitas yang menjadi tanggung jawabnya dibanding pihak luar instansi.
    b.      Situasi di mana pihak intern instansi lebih mengenal hubungan input-output dalam bagian yang menjadi tanggung jawabnya dibanding pihak luar instansi.
    c.       Situasi di mana pihak intern instansi lebih mengetahui potensi kinerja yang menjadi tanggung jawabnya dibanding pihak luar instansi.
    d.      Situasi di mana pihak intern instansi lebih mengenal teknis pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya dibanding pihak luar instansi.
    e.       Situasi di mana pihak intern instansi lebih mengetahui pengaruh faktor eksternal dalam bidang yang menjadi tanggung jawabnya dibanding pihak luar instansi.
    f.       Situasi di mana pihak intern instansi lebih mengerti apa yang dapat dicapai dalam bidang yang menjadi tanggung jawabnya dibanding pihak luar instansi.
    3.2.2.2  Penegakan Peraturan
    Penegakan peraturan merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide tentang keadilan, kepastian peraturan dan kemanfaatan sosial menjadi kenyataan. Proses perwujudan ide-ide itulah yang merupakan hakikat dari penegakan peraturan menurut Rahardjo (2009) dalam Mustika dkk (2016). Instrumen yang digunakan untuk mengukur penegakan terdiri dari lima item pertanyaan yang dikembangkan dalam Mustika dkk (2016). Pengukuran variabel menggunakan skala likert 1-5, semakin rendah nilai yang ditunjukan maka penegakan peraturan semakin tidak baik. Variabel ini diukur dengan indikator sebagai berikut:
    a.         Ketaatan terhadap hukum.
    b.         Proses penegakan hukum.
    c.         Peraturan organisasi.
    d.        Disiplin kerja.
    e.         Tanggung jawab.
    3.2.2.3  Keefektifan Pengendalian Internal
    Keefektifan pengendalian intern meliputi struktur organisasi dan semua cara-cara serta alat-alat yang dikoordinasikan yang digunakan didalam perusahaan dengan tujuan untuk menjaga keamanan harta milik perusahaan, memajukan efisiensi di dalam operasi, dan membantu menjaga dipatuhinya kebijaksanaan manajemen yang telah ditetapkan lebih dahulu menurut Baridwan (2009) dalam Mustika dkk (2016). Instrumen yang digunakan untuk mengukur keefektifan pengendalian internal terdiri dari lima item pertanyaan yang dikembangkan dari PP nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Internal Pemerintah dalam Mustika dkk (2016). Pengukuran variabel menggunakan skala likert 1-5, semakin rendah nilai yang ditunjukkan maka pengendalian internal semakin tidak efektif. Variabel ini diukur dengan indikator sebagai berikut:
    a.       Lingkungan pengendalian.
    b.      Penilaian risiko.
    c.       Kegiatan pengendalian.
    d.      Informasi dan komunikasi.
    e.       Pemantauan pengendalian intern.
    3.2.2.4  Lingkungan Kerja
    Menurut Suryana dan Sadeli (2015) lingkungan kerja merupakan segala sesuatu yang ada disekitarnya yang dapat menghubungkan dirinya serta pekerjaannya disaat melakukan segala aktivitasnya didalam perusahaan. Pengukuran ini menggunakan skala likert 1-5 semakin rendah nilai yang ditunjukan maka lingkungan kerja semakin tidak kondusif, dengan indikator sebagai berikut:
    a.       Pewarnaan ruangan.
    b.      Kebersihan.
    c.       Pertukaran udara.
    d.      Penerangan.
    e.       Kebisingan.
    3.2.2.5  Perilaku Tidak Etis
    Perilaku tidak etis adalah perilaku yang tidak sesuai dengan norma-norma sosial yang diterima secara umum, sehubungan dengan tindakan yang bermanfaat atau yang membahayakan Griffin dan Ebert (2006) dalam Mustika dkk (2016). Instrumen yang digunakan untuk mengukur perilaku tidak etis terdiri dari lima item pertanyaan yang dikembangkan Tang, et al., (2003) dalam Mustika dkk (2016). Pengukuran variabel menggunakan skala likert 1-5, semakin tinggi nilai yang ditunjukan maka semakin tidak etisnya perilaku yang ada dalam instansi terkait. Variabel ini diukur dengan indikator sebagai berikut:
    a.       Perilaku manajemen yang menyalahgunakan kedudukan (abuse position).
    b.      Perilaku manajemen yang menyalahgunakan sumber daya organisasi (abuse resources).
    c.       Perilaku manajemen yang menyalahgunakan kekuasaan (abuse power).
    d.      Perilaku manajemen yang tidak berbuat apa-apa (no action).
    e.       Perilaku manajemen yang mengabaikan peraturan (abuse rule).
    3.2.2.6  Kesesuaian Kompensasi
    Menurut Hariandja (2005) dalam Mustika dkk (2016) Kesesuaian kompensasi adalah keseluruhan balas jasa yang diterima oleh pegawai sebagai akibat dari pelaksanaan di organisasi dalam bentuk uang atau lainnya, yang dapat berupa gaji, upah, bonus, insentif, dan tunjangan lainnya yang di bayar oleh perusahaan. Instrumen yang digunakan untuk mengukur kesesuaian kompensasi terdiri dari empat item pertanyaan yang dikembangkan Gibson et al. (1997) dalam Mustika dkk (2016). Pengukuran variabel menggunakan skala likert 1-5, semakin rendah nilai yang ditunjukan maka kesesuaian kompensasi semakin tidak efektif. Variabel diukur dengan indikator sebagai berikut:
    a.       Kompensasi keuangan.
    b.      Pengakuan perusahaan atas keberhasilan dalam melaksanakan pekerjaan.
    c.       Promosi.
    d.      Penyelesaian tugas.
    3.2.2.7  Gaya Kepemimpinan
    Menurut Pramudita (2013) gaya kepemimpinan adalah Persepsi karyawan mengenai seorang pemimpin dalam proses mempengaruhi orang atau bawahan sehingga mereka akan berusaha, rela dan antusias terhadap pencapaian tujuan kelompok. Variabel ini diukur dengan menggunakan skala likert 1-5,  dengan lima item pertanyaan menggunakan teori Fiedler dalam Pramudita (2013) dengan indikator sebagai berikut:
    a.       Relasi pimpinan dengan anggota.
    b.      Struktur tugas.
    c.       Posisi kekuatan.
    d.      Delegasi tugas.
    e.       Etika pimpinan.
    3.3  Populasi, Sampel, dan Metode Penarikan Sampel
    3.3.1        Populasi
    Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian baik terdiri dari benda yang nyata, abstrak, peristiwa ataupun gejala yang merupakan sumber data dan memiliki karakter tertentu dan sama menurut Sukandarrumidi (2002). Poulasi dalam penelitian adalah pegawai Negeri Sipil yang bekerja Dinas Pemerintahan Kota Batang.
    3.3.2        Sampel
    Sampel adalah suatu prosedur pengambilan data, dimana hanya sebagian populasi saja yang diambil dan dipergunakan untuk menentukan sifat serta ciri yang dikehendaki dari suatu populasi menurut Siregar (2017).
    3.3.3        Metode Penarikan Sampel
    Penarikan sampel pada peneitian ini menggunakan purposive sampling, Menurut Siregar (2017) Purposive sampling merupakan metode penetapan responden untuk dijadikan sampel berdasarkan pada kriteria-kriteria tertentu. Pada cara ini, siapa yang akan diambil seagai anggota sampel diserahkan pada pertimbangan pengumpulan data yang berdasarkan atas pertimbangannya sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian menurut Sukandarrumidi (2002). Oleh karena itu, penentuan sampel sebagai berikut:
    a.       Responden dalam penelitian ini bekerja pada Dinas di Kota Batang.
    b.      Responden bekerja pada bagian keuangan (staf administrasi) atau pada bagian kepegawaian dan umum.
    c.       Responden bekerja lebih dari 3 tahun pada instansi terkait.
    3.4  Jenis dan Metode Pengumpulan Data
    3.4.1        Jenis Data
    Data adalah bahan mentah yang perlu diolah, sehingga menghasilkan informasi atau keterangan, baik kualitatif maupun kuantitatif, yang menunjukan fakta menurut Siregar (2017). Data dalam penelitian ini adalah data primer, data primer adalah data yang dikumpukan sendiri oleh peneliti langsung dari sumber pertama atau tempat objek penelitian dilakukan menurut Siregar (2017).
    3.4.2        Metode Pengumpulan Data
    Metode pengumpulan data pada penelitian ini dengan metode survey, dengan menggunakan angket atau kuisioner yang diserahkan kepada responden, kuesioner adalah suatu teknik pengumpulan informasi yang memungkinkan analis mempelajari sikap-sikap, keyakinan, perilaku, dan karakteristik beberapa orang utama didalam organisasi, yang bisa terpengaruh oleh sistem yang diajukan atau sistem yang sudah ada Menurut Siregar (2017). Kuisioner dalam penelitian ini menggunakan kuisioner pertanyaan tertutup, pertanyaan tertutup (Closed End Items) adalah suatu kuisioner dimana pertanyaan-pertanyaan yang dituliskan telahdisediakan jawaban pilihan, sehingga responden tinggal memilih salah satu dari jawaban yang telah disediakan menurut Sukandarrumidi (2002).
    Kuisioner dalam penelitian ini berisi beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan Asimetri Informasi, Penegakan Peraturan, Keefektifan Pengendalian internal, Lingkungan kerja, Perilaku tidak etis, Kesesuaian Kompensasi, dan Gaya kepemimpinan. Skala penilaian ini diukur menggunakan skala likert dari 1-5 dengan kategori:
    (5) sangat setuju
    (4) setuju
    (3) netral
    (2) tidak setuju
    (1) sangat tidak setuju.
    3.5  Teknik Analisis
    3.5.1        Uji Instrumen
    Untuk memperoleh data daari responden dengan baik, kuisioner sebagai instrumen pengumpulan data penelitian harus memenuhi persyaratan validitas dan reliabilitas. Untuk itu kuisioner tersebut harus diuji terlebih dahulu tingkat validitas dan reliabilitas menurut Mas’ud (2004) dalam Rokhmaloka (2011).
    3.5.1.1  Uji Validitas
    Menurut Rokhmaloka (2011) Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan (indikator) pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut Ghozali (2006) dalam Rokhmaloka (2011)Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen Arikunto (2002) dalam Indriani (2016). Konstruk dikatakan valid jika nilai signifikansi < 0,05.
    3.5.1.2  Uji Reliabilitas
    Uji reliabilitas merupakan alat untuk mengukur kehandalan, ketetapan ataukeajegan atau konsistensi suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan handal jikajawaban responden terhadap butir butir pertanyaan dalam kuesioner adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu Ghozali (2006) dalam Rokhmaloka (2011). Untuk penelitian ini peneliti mengunakan alat bantu program SPSS. SPSS memberikan fasilitas untuk mengukur reliabilitas dengan uji statistik Cronbach Alpha (α). Suatu variabel dikatakan konsisten atau reliabel jika memberikan nilai α ˃ 0,60 Nunnaly dikutip oleh Ghozali (2006) dalam Rokhmaloka (2011).
    3.5.2        Uji Asumsi Klasik
    3.5.2.1  Uji Normalitas
    Menurut Rokhmaloka (2011) uji normalitas dilakukan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Model regresi yang baik adalah berdistribusi normal atau mendekati normal.
    Untuk mengetahui ada tidaknya normalitas dalam model regresi, yaitu dengan dilakukannya analisis statistik non parametik kolmogorof smirnov test. Dimana sebuah data dapat dikatakan memiliki normalitas apabila hasil uji kolmogorof smirnov lebih dari 0,05 menurut Lestari (2015).
    3.5.2.2  Uji Multikolinieritas
    Uji multikolinieritas merupakan uji yang ditujukan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas menurut Ghozali (2005) dalam Lestari (2015). Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinieritas didalam model regresi yaitu dengan melihat nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF) pada tiap-tiap variabel. Untuk menunjukan adanya multikolinieritas adalah nilai tolerance < 0,10 atau sama dengan nilai VIF > 10 menurut Ghozali (2005) dalam Rokhmaloka (2011).
    3.5.2.3  Uji Heterokedastisitas
    Menurut Ghozali (2005) dalam Lestari (2015) heterokedastsitas adalah suatu keadaan dimana masing-masing kesalahan pengganggu dari variabel bebas mempunyai varian yang berbeda. Bila terjadi heterokedastisitas sedangkan asumsi lain terpenuhi maka model regresi tidak lagi efesien. Uji ini dilakukan dengan uji  Glejser, jika hasil signifikan uji Glejser lebih besar 0,05 maka model regresi homokedastisitas.Jika sebaliknya uji Glejser dibawah atau sama dengan 0,05 maka model regresi mengalami heterokedestisitas.
    3.5.3        Analisis Regresi Linier Berganda
    Analisis regresi ialah analisis yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh hubungan (asoisasi) antara dua variabel yakni variabel X (independen) dan variabel Y (dependen) Mas’ud, (2004) dalam Rokhmaloka (2011). Analisis regresi linier berganda yaitu analisis yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan ketergantungan, dan arah hubungan ketergantungan antara dua atau lebih variabel bebas atau independen (X) dengan variabel terikat atau dependen (Y) apakah positif atau negatif Priyatno (2008) dalam Rokhmaloka (2011). Penelitian ini akan menguji asimetri informasi, penegakan peraturan, keefektifan pengendalian internal, lingkungan kerja, perilaku tidak etis, kesesuaian kompensasi, gaya kepemimpinan terhadap kecenderungan kecurangan (fraud). Adapun anaalisis regresi linier bergandanya adalah sebagai berikut:
    Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + e
    Keterangan :
    Y = variabel Dependen (kecenderungan Kecurangan)
    a = Konstanta
    e = Error
    b1b2.......... b7= Koefisien
    X1= Variabel Indenpenden (asimetri informasi)
    X2 = Variabel Indenpenden (penegakan peraturan)
    X3 = Variabel Indenpenden (keefektifan pengendalian internal)
    X4 = Variabel Independen ( lingkungan kerja)
    X5= Variabel Independen ( perilaku tidak etis)
    X6 = Variabel  Independen (kesesuaian kompensasi)
    X7= Variabe Independen (gaya kepemimpinan)
    3.5.4        Uji Hipotesis
    3.5.4.1  Uji Hipotesis Secara Parsial (Uji t)
    Uji statistik t ini pada dasarnya menunjukan seberapa jauh pengaruh variabel penjelas (independen) secara individual dalam menerangkan variasi variabeldependen menurut Lestari (2015). Uji t digunakan untuk menguji hubungan antara variabel X1, X2, X3, X4, X5, X6 dan X7(asimetri informasi, penegakan peraturan, keefektifan pengendalian internal, lingkungan kerja, perilaku tidak etis, kesesuaian kompensasi, gaya kepemimpinan) terhadap variabel Y (kecenderungan kecurangan) secara individu atau seendiri-sendiri (parsial). Kriteria penerimaan hipotesis secara parsial ini dilihat apabila uji t > 0,05 maka disimpulkan bahwa secara parsial variabel independen (X) tidak berpengaruh pada variabel dependen (Y), sebaliknya apabila uji t < 0,05 maka disimpulkan bahwa secara parsial variabel independen (X) berpengaruh pada variabel dependen (Y) menurut Lestari (2015).
    Menurut (Ghozali, 2016) Uji statistik T digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen secara bersama-sama atau simultan mempengaruhi variabel dependen. Untuk menguji hipotesis ini digunakan statistik T dengan kriteria pengujian sebagian berikut (Ghozali, 2016) :
    1)      Jika nilai signifikan < 0,05 maka nilai hipotesis ditolak.
    2)      Jika nilai signifikan > 0,05 maka nilai hipotesis diterima.
    3.5.4.2  Uji Kelayakan Model (Uji F)
    Uji F digunakan untuk menilai kelayakan model regresi yang telah terbentuk. Pengujian dilakukan dengan cara membandingkan nilai F tabel dengan F hitung. Dalam menentukan nilai F tabel, tingkat signifikansi yang digunakan sebesar 5% dengan derajat kebebasan (df) pembilang = k-1, dan df penyebut = n-k, dimana n adalah jumlah responden dan k adalah jumlah variabel. Kriteria pengujian yang digunakan, yaitu
    a.       jika F hitung > F tabel, maka H0 ditolak dan Ha diterima, dan
    b.      jika F hitung < F tabel, maka H0 diterima dan Ha ditolak.




    { 6 komentar... read them below or Comment }

  • Copyright © - ini Malika - ini Malika - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan